Seringkali kita ributkan soal agama-nisasi yg dilakukan oleh pihak lain.
Wait! Tidakkah menyebarkan syiar Islam itu sendiri adalah bentuk agama-nisasi?
"Ya, tapi mereka kan pakai cara kasih indomie atau bagi2 duit atau bikin posyandu gratis biar orang2 yg kekurangan lantas tertarik... lantas menggadai akidahnya demi perut.."
Please.... Kalau memang mereka yg kekurangan itu adalah saudara2 kita.. sesama manusia seakidah; apa bukan KITA yg seharusnya membagikan indomie pada mereka?? mengeluarkan zakat mal kita untuk hidup mereka?? membuat posyandu demi kesehatan anak2 mereka??
Menarik Rasa Simpati.
Bukankah demikian seharusnya?
Zaman sudah berubah, Bung.
Orang-orang yg kita anggap 'target' agama-nisasi itu pun punya akal. Tentunya mereka bisa melihat jika ada "udang di balik batu".
Pun jikalau merasa mereka "seharusnya" tidak gampang tergoda untuk pindah keyakinan, tugas sesama muslimlah untuk menguatkan akidah mereka selalu. Pendidikan dan pemahaman.
Tapi mereka pun juga punya hati.. Ketika mereka lihat di saat mereka kesusahan justru orang lainlah yang datang menolong, sementara saudara2 mereka sibuk dalam urusannya sendiri, bergelimang kemewahan; apakah salah jika mereka lantas menemukan esensi ber-Tuhan yg mencinta sesama justru di tangan orang lain??
Coba pikirkan.. jikalau saudaralah yg sedang dirundung susah... pekerjaan susah didapat, anak putus sekolah, istri tak ada yg bisa dimasak... saudara meminta pada sesama muslim.. merekapun sedang susah...
saudara memohon atas nama Tuhan yg sama... dengan merendahkan harga diri saudara... tetap saja hanya tatap sinis yg diterima...
Lantas datang suatu kaum.. tanpa basa-basi membantu... mendirikan sekolah bagi anak saudara, mengajarkan etika pada mereka, membantu saudara berusaha, memunculkan kembali senyum di wajah istri saudara.. Apakah saudara tak kan tersentuh?
Sayang rasanya kalau sentuhan rasa simpati itu bukan datang dari sesama muslim.
Masih berhubungan dengan meletakkan diri kita di posisi orang lain, kenapa sih kita seringkali berdakwah dengan cara menjelekkan keyakinan yg berbeda?
Apa sih yg kita dapat selain hanya kepuasan semu diri sendiri?
Khotbah Jum'at contoh yg paling gampang.
Khotbah Jum'at itu setahu saya sejak jaman Nabi bersifat satu arah. Penyampaian pelajaran.
Seharusnya hanya hal-hal yg layak dipetik sebagai pelajaran sajalah yg boleh disampaikan.
Pun hanya orang yg memang pantas mengajar sajalah yg boleh menyampaikan.
Kalaupun memang mau melakukan perbandingan, paling tidak kuasailah dulu bahan yg akan dibandingkan. Bandingkan dengan fair. Kalau memang kelebihan VS kelebihan, kalau membandingkan kekurangan ya VS kekurangan juga. Fair. Adil.
Tidakkah kita merasa kesal jika kita sedang berada di Vatikan misalnya... di sebelah kantor kita ada tempat ibadah orang lain, sedang ada "khatib" yg ceramah disana.. isinya membanding-bandingkan dengan Islam.. menjelek-jelekkan... kesal kan rasanya??
Gondok kan rasanya karena bagi kita mereka itu tidak tahu apa yg diucapkan. Dan pasti pingiiiiiii..nn rasanya hati datang kesana turut menyanggah pendapat itu.
Sama. Letakkan diri kita di posisi orang lain.
Kalau kita berada di semua posisi diatas tadi banyak-banyak bersabar saja rasanya sambil menahan dongkol dan kesal. Pun muncul pula kesan buruk terhadap pihak yg menghina. Kadang pukul rata ke semua kaum tersebut.
Nah, kurang lebih begitu pulalah perasaan mereka-mereka kaum minoritas yang berbeda keyakinan di tengah2 kita ummat Islam ketika mendengar ceramah2 yg sifatnya membanding-bandingkan.
Ceramah-ceramah yang sayangnya seringkali tidak diikuti keluasan pengetahuan penceramahnya... seringkali menjurus ke arah menjelek-jelekkan..
Saya tak yakin praktek seperti ini ada contoh sunnahnya.. tapi saya berani bilang, kalau hal ini memang boleh dilakukan pasti sudah sejak dulu Nabi lakukan.
Tidakkah kita akan merasa bangga ketika orang-orang berbeda keyakinan merasa nyaman, aman dan tenteram hidup di tengah-tengah mayoritas ummat Islam?
Tidakkah justru hal ini juga bersifat dakwah yang jauh lebih efektif?
Seharusnyalah kalau memang kita merasa diri Ummat terbaik, kitalah yg lebih peka.
Seharusnyalah kalau memang kita Ummat yg patut dicontoh, kitalah yg lebih bijak.
Seharusnyalah kalau memang kita Rahmatan-Lil-Alamin, kitalah yg menumbuhkan rasa aman.
Dalam ajaran Hindu-Bali ada yang disebut dengan Tat wam Asi. Kamu adalah Aku.
Ajaran toleransi.
Ketika kamu menyakiti aku, maka sesungguhnya kamu sedang menyakiti dirimu sendiri. Karena hidup adalah roda dan setiap perbuatan baik akan kembali pada pelakunya, sebagaimana tiap perbuatan buruk akan berbalik pada diri pelakunya.
Mudah-mudahan kita bisa belajar untuk menghargai sesama manusia.. bukan saja sesama saudara seagama.
Temasek, 15 Nov 06.
ps: mungkin akan membantu jika ummat Islam banyak berbaur dengan mayoritas lain yang bukan penganut Islam, supaya berpengetahuan akan perbedaan, atau belajar dari rasa bingung harus bagaimana menyikapinya tanpa melanggar agama dan insya Allah akhirnya bisa membuka mata bahwa dunia tak hanya sebatas tempurung kelapa.
No comments:
Post a Comment