generated by sloganizer.net

Wednesday, November 15, 2006

Seharusnyalah Kita Jauh Lebih Toleran

Berhembus lagi angin dari rumah membawa berita.. bahwasannya terulang kembali perusakan rumah-rumah suci... bahwasannya tak tenteram lagi hati bagi mereka yg berbeda religi..

Dalam hal toleransi ini.. terus terang sebagai muslim saya agak bingung..
Hemat saya, orang-orang Islam itu seharusnya jauh lebih toleran terhadap perbedaan.
Kenapa?

Pertama, karena kita harus sholat 5 waktu.
Suatu hal yg seringkali kita jalankan by taken for granted di negara kita--yang kebetulan banyak orang muslimnya.

Tapi coba bayangkan bagaimana rasanya sampeyan sedang di negeri orang tiap mau sholat kesulitan untuk mencari air guna bersuci, kesulitan mencari tempat yg bersih untuk membentang sajadah, atau bahkan kesulitan untuk minta diri dari kerumunan/meeting/kerja/dagang? susah kan..

Seringkali keadaan memaksa kita untuk meminta pengertian orang yang berbeda keyakinan supaya rehat sejenak demi menunaikan sholat (5 kali loh dalam sehari...!), atau minimal meminta pengertian dari pandangan mata ketika kita terpaksa sholat di pojokan tempat terbuka. Meminta pengertian.

Kemudian yg terbayang di benak... "Wah enaknya kalau ada mesjid disini."
Nah, kalau begitu kenapa kita justru melarang orang lain membangun tempat ibadahnya?
Bukankah mereka juga merasakan keinginan beribadah yang sama...
Memberi pengertian.

Kedua, kita juga diwajibkan untuk memakan makanan yg halal. Kebayang gak sih sampeyan jauh dari tanah air lantas kebingungan mencari tempat makan? ada juga tapi syubhat.. atau terpaksa ikut makan lantas baca Bismillah dan berserah diri pada Tuhan..

Seringkali kita terpaksa meminta rekan seperjalanan yang berbeda keyakinan untuk mengalah mencari tempat makan yg halal atau setidaknya 'netral'. Meminta mengalah.

Kembali terbayang di benak... "Wah enaknya kalau banyak komunitas muslim disini yg buka warung.."
Hmm, kalau begitu kenapa melarang orang lain membuka restoran yg sesuai selera mereka?
Bukankah mereka pun rindu memakan makanan mereka...
Belajar mengalah.

Ketiga, kita seringkali gampang marah dan tersinggung ketika diajak makan oleh orang lain yg berbeda agama dan ternyata terhidang daging babi misalnya.. Tuduhan yg terlontar biasanya bahwa hal itu disengaja... bahwa memang mau menjerumuskan... masa tidak tahu, sih.. Kita meminta empati.

Tapi kalau boleh saya bertanya...
Pernahkah saudara membawa seorang rekan yg beragama Buddha makan di rumah dan saudara hidangkan makanan daging? Seberapa tahukah anda soal agama orang lain?

Bahwasannya penganut Buddha adalah vegetarian? atau bahwa penganut Hindu berpantang makan sapi? Bahwasannya vegetarian sejati Buddha tidak makan sama sekali makanan mengandung bawang merah dan bawang putih?? (hayyo loo...)

Tidak tahu? Wajar. Karena itu bukan agama anda.

Nah, logika yg sama akan terpakai ketika anda yg ada di posisi mereka.
Adabnya memang Tuan Rumah/yang mengajak yang bertanya pada yg diajak apakah ada pantangan makan? Tetapi kalau sahabat kita lupa bertanya, dan terhidang sudah itu makanan apakah lantas kita harus marah dan menuduh macam2? Tidak.

("Lah? mosok lantas dimakan??")

Hehehe.. ya tidak. Dihindari. Caranya yg sopan. Dengan Empati.

Setelah sekian banyak "berhutang" kepada orang-orang lain dari keyakinan berbeda tidakkah sudah sepantasnya kita pun berbuat sama pada mereka ketika kita yang menjadi tuan rumah mayoritas?



----------------------------------

No comments: