generated by sloganizer.net

Friday, August 31, 2007

Indonesia dan Tetangga-tetangganya


Belakangan hubungan antar dua negara bertetangga ini kembali 'memanas'.
Berulangkali Indonesia (sebagai bangsa, bukan sebagai pemerintah) merasa kecolongan oleh ulah Malaysia.
Dimulai dari hilangnya Sipadan dan Ligitan, diusirnya pendatang tanpa izin Indonesia dari Malaysia, ditembakinya nelayan-nelayan kita di perairan nasional Indonesia di Sumatra (oleh Tentara Diraja Malaysia), sengketa Ambalat, sampai disiksa dan matinya TKI-TKI kita.
Kasus terakhir yg kembali menyentak adalah dipukulinya wasit Karate Indonesia oleh 4 orang polisi Malaysia. Wasit yang merupakan tamu undangan Malaysia untuk Turnamen Karate Internasional ini pulang ke tanah air duduk di kursi roda, terancam kehilangan pendengaran, terganggu penglihatan dan pendarahan di kemaluannya.
Hal ini terasa mengganggu bagi saya.
Dari satu sisi Indonesia memang tidak sepenuhnya bersih dari kesalahan. Utamanya di kasus banyaknya pendatang liar kita yang merusak dan mengacau di negeri orang. Ini dikarenakan lemahnya sistem informasi kependudukan dan imigrasi kita.
Tapi di sisi lain adalah betapa lemahnya posisi tawar kita dalam setiap kasus ini.
Kasus Sipadan Ligitan contohnya. Indonesia kalah dikarenakan Malaysia sudah terlebih dahulu membangun resort di pulau-pulau itu. Ditambah lagi TDM Laut sudah lebih dulu melakukan patroli rutin disana. Mereka lakukan itu semua dengan tenang tanpa takut akan 'gangguan' dari pihak berwenang Indonesia.
Kasus TKI, seolah-olah bangsa kitalah yang butuh setengah mati untuk bekerja di sana (sepertinya pernyataan ini benar dan bukan seolah-olah) sehingga segera semua yang datang liar dipulangkan untuk dilengkapi dokumennya lantas dikirim balik. Lagi-lagi walaupun hal ini sempat melumpuhkan industri konstruksi Malaysia, mereka tetap lakukan hal ini dengan tenang tanpa melirik sebelah matapun pada Indonesia.
TDM Laut Malaysia menembaki dan melukai ABK kapal nelayan di perairan Sumatra Utara dengan tanpa rasa bersalah. Ketika mereka semua naik ke atas kapal, nelayan kita bertanya apa salah mereka? Mereka ada di perairan Indonesia. Tanpa minta maaf atau berkata apa-apa, TDM Laut itu hanya melirik sekilas ke semua ABK yang tergeletak diterjang peluru dan kembali ke kapal mereka. Melanjutkan 'patroli'.
TNI AL dengan kapal 'antik'-nya tak bisa berbuat apa-apa ketika menerima laporan. Bahkan mengidentifikasikan TDM Laut bermata gelap itupun tak bisa dilakukan.
Ini menyakitkan.
Ini membuka mata betapa bangsa kita sudah tertinggal dibanding tetangga satu ini.
Bidang ekonomi tak usahlah dibahas, semua tahu betapa sedang sempitnya terasa bernapas di kubangan lumpur ekonomi Indonesia.
Tapi di bidang militer yang seharusnya jadi efek penangkal pun kita kalah jauh!
Hemat saya, militer kita haruslah kuat dan mempunyai kemampuan ofensif.
Karena hanya dengan begitulah maka efek tangkal akan dirasakan oleh negara-negara sekitar.
Yang jadi masalah sekarang lagi-lagi masalah dana. Modernisasi peralatan perang kita makan banyak uang, yang sialnya tidak banyak tersedia. Ditambah lagi strategi pertahanan kita yang lalu yang lebih berat ke Angkatan Darat.
Sebagai negara kepulauan (terbesar di dunia), seharusnya Angkatan Laut dan Udara kitalah yang lebih kuat dan mumpuni. Kebutuhan ini sudah tidak bisa ditawar-tawar. Minimal untuk menjaga kedaulatan dan tapal batas, Angkatan Laut kita harus dibenahi.
Caranya apakah beli dari luar lagi? Untuk peralatan-peralatan strategis seperti ini kalaupun belum bisa dibuat sempurna, sebaiknya Indonesia sudah mulai membikin sendiri. Dephan haruslah mendorong industri strategis kita untuk berkembang dengan cara menjadi pembeli pertamanya.
Toh penyempurnaan pasti akan dilakukan seiring dengan terujinya produk di lapangan.
PT PAL haruslah diberdayakan. PAL harus bisa membuat minimal sekelas Fregat atau Kapal Perusak untuk kebutuhan Angkatan Laut kita. Kalau kelas patroli pantai rasanya sudah bisa buat.
Kalau PAL kebagian membuat platformnya, maka LAPAN bisa bantu dengan peluru kendali, Pindad menyumbang senjata berat konvensional, sementara PT DI menyumbang helikopter dan sistem navigasi pertahanannya. Saya kok yakin sebenarnya kita bisa.
Setelah Angkatan Laut, rasanya minimal Sistem radar kita dibenahi. Daerah Timur Indonesia sangatlah banyak yang bolong. Di masa pergolakan Tim-Tim lepas dari Indonesia di saat yang sama pula banyak pesawat dan helikopter Australia terbang wara-wiri Tim-Tim - Maluku. Saat itu di Maluku sedang marak pula gerakan separatis RMS yang mendompleng perang agama antar saudara.
Sistem radar kita lemah.
Sambil membenahi sistem radar ini mungkin dapat pula dimulai pembuatan pesawat jet tempur nasional, awalnya mungkin dari lisensi atau bahkan kalau mau ekstrim seperti China. Beli pesawat dari Amerika/Rusia, lalu dipreteli. Dipelajari disainnya dan ditiru mentah-mentah.
Hasilnya sekarang China sudah bisa buat pesawat tempur sendiri.
Kalau memang dirasa berat juga, paling tidak PINDAD yang sudah berhasil membuat peluru kendali jarak menengah dapat dikaryakan untuk membuatnya dalam jumlah massal. Peluru-peluru kendali inilah yang harus disebar di penjuru negeri menggantikan peran pesawat tempur bila ada penyusup (wah.. hehehe.. peluru kendalinya Pindad sudah secanggih ini belum yah?)
Kalau sudah begini, Tentara bisa mandiri dari ketergantungan senjata pada pihak luar paling tidak negara-negara tetangga mikir berkali-kali buat macam-macam.
Sukur-sukur para koruptor keparat perampok uang rakyat itu bisa mulai dihukum mati.
Hal lain yang tak kalah pentingnya (malah bisa jadi jauh lebih penting) adalah membenahi sistem pendidikan kita. Supaya bangsa kita tidak harus pergi menjadi kacung di negeri orang hanya untuk menghidupi sanak keluarganya.
Kalaupun harus pergi ke negeri orang, paling tidak tak mesti jadi pembersih pantat anak majikan lah. Tapi kalau memang masih mau juga.. Pemerintah harus beri perhatian lebih pada kemampuan komunikasi. Aspek bahasa, utamanya Bahasa Asing.
Karena dengan mengerti bahasa setempat, Pekerja-pekerja Migran kita bisa membaca sendiri peraturan di negara orang dan bisa mengerti haknya.
Jangan ada lagi kasus pekerja kita ditipu tak dibayar upahnya atau bahkan dituduh macam-macam hanya karena secara legal dia menandatangani peraturan yang membacanya pun sudah bikin matanya keriting.
Ah.. jadi kemana-mana, cuma gara-gara hati geram membaca tingkah polah negara tetangga.
Tapi mungkin mental orang kita harus seperti itu. Kesandung dulu baru belajar. Dipukuli dulu baru cari guru beladiri. Hilang dulu Sipadan Ligitan, baru mau beli Kapal Laut. Dipandang sebelah mata dulu oleh Singapur, baru cari kreditan beli pesawat tempur dan kapal selam..
Mudah-mudahan sejak kasus ini semua jadi mau belajar.
(Temasek, 31 Aug 07)

Malingsia?

Waktu kemarin kalian aku batik sebagai hakmu,
kami diam.
Biarlah.. toh kalian masih saudara.

Waktu kalian aku sate sebagai hakmu,
kami masih diam.
Biarlah.. kalian dan kami satu nenek moyang.

Lalu berturut-turut rendang, tempe, angklung...
kami masih tersenyum walaupun dongkol di hati.

Tapi ketika lagi-lagi kalian berulah!

Terhadap saudari-saudari kami
yang pergi jauh demi anak mereka,
Terhadap saudara-saudara kami nun di pulau pencil sana,

Terhadap hutan-hutan kami di Kalimantan,
Terhadap nelayan-nelayan kami di laut kami sendiri,
Terhadap harga diri bangsa kami!

Kami tak bisa terima!!

Cukup!!

Kalian siksa saudari-saudari kami!
Kalian ambil tanah dan pulau kami!
Kalian tembaki nelayan kami di laut kami sendiri!
Kalian undang saudara kami hanya untuk dipukuli!
Cukup sudah!!

Hey, Pak Cik!
Apa mau kalian?


INI DADAKU, MANA DADAMU?!


(untuk saudara-saudara serumpun setetangga yang tak paham tampaknya tata krama)

Tuesday, August 28, 2007

People's Republic of China

Tak putus rasanya nikmat mengalir pada diri buruk ini.
sayang.. manusia memang tak pandai bersyukur..

Awal September lalu, sempatlah diri buruk ini diberi kesempatan melanglang ke negeri Tsin.
Belajar sebagaimana diperintah oleh Sang Nabi.
Sayang.. terlupa nampaknya Beliau mengingatkan di sana semua2 benda disebut makanan, semua2 cairan disebut minuman. Ah, mungkin saya saja yg tak menangkap makna suruhannya..

Beijing Airport, 6 Sept 2005

Sebuah bandara yg dikelilingi persawahan dan gedung2 tinggi pemukiman di latar belakang. Dari atas nampak gersang dan (maaf) usang. Tapi setelah mendarat ternyata besar juga.. biarpun apa yah... ada hawa yg beda terasa. Gak tau deh.. mungkin gara2 guanya aja yg jadi buta huruf mendadak begitu mendarat disana.

Bandara - pusat kota lumayan jauh, tapi mata yg penat lumayan terhibur dengan pemandangan pinus kanan-kiri dengan matahari senja yg bulat menggantung dan.... jantung pun ikut 'sehat' menikmati gaya berkendara khas tirai bambu. Serasa ada di rumah... :p

Waktu itu musim apa yah.. pokoke cuaca gak panas, gak dingin. ngepas2 aja...
Sampai hotel setelah istirahat sebentar, jalan2 deh ke sentra bisnisnya Beijing.
Wang Fu Jing district. Mau barang apa aja ada (tapi plesetannya). hahaha... ada toko olahraga yg gede banget en jual perlengkapan yg ijk lihat sepintas bak "NIKE", tapi kok diusut2 ternyata plesetannya.... :D

Lapar. Mata tertarik pada sebuah tulisan beraksara latin "Dongsun Lai Muslim restaurant". Nah.. ini die nih... hehehehe... masuklah ke dalam untuk kemudian disambut ramah dan disodori menu berbahasa.... cina. :D

hekekekek.. singkat cerita makanlah dengan lahap.. tapi yg bikin bingung itu resto jelas2 Muslim restorant minuman yg dijualnya itu lebih banyak bir en wine-nya.. gimana jeh.. hehehe

Setelah selesai makan dan sukses menolak berbotol bir dan anggur yg disodorkan, saya pun kembali ke hotel. Jalan kaki saja, iseng.

Untuk sampai saya harus mutar lewat depan Kota Terlarang atau jalan menelusuri belakangnya.. atau nah ini yg rada mantep.. memotong jalan lewat dalem dengan resiko kepergok penjaga2 berseragam Tengtara Pembebasan Rakyat! (tentaranya masih sangat muda dan culun2. taksiran saya umur mereka spt baru lulus smp).

Wah ini istana ternyata luasnya bener2 segede kota kabupaten sendiri! nggeblegh.. untung gue tadi kagak milih opsi kedua--muterin Kota Terlarang lewat belakang, kalo iya kan kojor juga!

Di dalamnya (Sebetulnya ini belum dalam2 amat sih, masih terhitung di pekarangannya juga. Soale yg dalam kalau malam ditutup gerbangnya dan dijaga tengtara culun berkaos singlet) ternyata luas juga. ada danau (?) buatan kecil dengan bale bengong yg cantik di tiap sudutnya.

Pas lagi jalan sambil ngerutukin nasib yg gak bisa basa cina en gak nemu taksi lewat, gak sengaja lihat sosok yang saya kenal. Itu BMW seri R!!

Setengah lari saya menghampiri motor cantik ini (yang punya lsg berdiri pasang kuda2 gitu pas liat gua mendekat). Hijau lumut dan ber-zijspan/kereta gandeng. Weeehh... kaga nyangka ketemu kita di Cina! hehehe..


Eh, tapi setelah tak amat2i.. kok ada yg mencurigakan ama ini motor..
Huakakakak.. pas udah deket keliatan tulisan di mesinnya "XiangJiang"
Hehehe... ujung2nya ngobrol2 sebentar deh sama yang punya, sambil kasih tunjuk foto si Bule yg ada dalam hp.


entar yah dilanjutin lagih...

(10 des 2005)

Saturday, August 25, 2007

Waktu

Demi Masa.


Sesungguhnya manusia itu merugi.
Kecuali mereka yang percaya
dan berbuat baik.

Dan saling menasehati
dalam kebaikan
dan kesabaran.

-----------

Friday, August 17, 2007

Selamat Ulang Tahun Indonesia

Merdeka!!

Selamat Ulang Tahun, Bangsaku.
Bangsa yang berjuang dan memenangkan kemerdekaannya.

Kini saat kita semua bergerak maju.
Berpindah dari persamaan sejarah dan derita nestapa ke persamaan tujuan.
Persamaan Gagasan!

Bahwa Bangsa kita bisa maju.
Bahwa Bangsa kita tidak dicipta untuk jadi pecundang.

Bangsa ini bangsa yang besar.
Sejarah membuktikan itu, sayang tidak semua kita tahu.

Mari kita gali kembali kejayaan bangsa kita!
Mari kita lupakan perbedaan dan gandeng tangan kerja keras untuk maju!

Dirgahayu Republik Indonesia

Merdeka!!




(Temasek, 17 Agustus 2007)

Thursday, August 16, 2007

Emangnye Gua Pikirin...!

Kalimat ini muncul kembali di benak ketika terbaca di salah satu milis yg saya ikuti. Kalimat brengsek satu ini!
Saya sudah tidak suka dengan kalimat ini di saat pertama kemunculannya (kalau tak salah diucapkan oleh Indro di salah satu film Warkop DKI). Tidak mendidik!
Kalimat ini menumpulkan kepedulian.
Bagaimana bangsa ini bisa maju kalau tiap kali ada perbedaan pendapat yg tidak bisa kita jawab dengan otak lantas dengan entengnya diucapkan kalimat seperti itu.
"Emangnya gua pikirin..!", "Cuek aja...", "Sebodo amat..!", "So wot geto loch..!"
Kalimat-kalimat seperti ini awalnya mungkin cuma untuk asyik2an aja.. funky2an bumbu pergaulan.. tapi sebagaimana pertumbuhan pergaulan di remaja.. yg awalnya hanya terucap lantas dirasa tak lagi cukup. lalu ternyatakanlah lewat perbuatan..
Yang awalnya cuma bilang... Udah cuek aja... takut amat sih... (tapi tetep gak berani ngelanggar), akhirnya setelah sekian lama... "Lu cuak cuek cuak cuek tapi lu sendiri gak berani. Ayo kalo emang cuek, ayo lakuin!"
Coba bagaimana saudara mau membela diri depan polisi ketika dituduh melakukan pelanggaran yg tidak saudara lakukan kalau si polisi dengan cueknya bilang "emangnya gua pikirin..."
atau coba bagaimana saudara bisa menambah wawasan lewat diskusi bila tiap ada beda pendapat yg bertentangan dengan pendapat saudara dan saudara tak bisa jawab pakai otak; lantas gampang aja.. "so wot geto loch.." "gak penting banget deh!"
*Kalo gak penting ngapain dari awal diskusi????
Saya berani taruhan kalimat brengsek dan segala rekan2 sebangsanya ini menyumbang andil besar pada tulinya wakil rakyat kita, pada tidak pedulinya aparat hukum kita, pada bejatnya sumbangan tayangan hiburan kita...
Bukannya apa-apa kalau tulisan ini sarat nada kekesalan, karena buat saya sikap yg seperti inilah yg menghambat kemajuan kita sebagai bangsa.
Ketika salah seorang aparat pajak ditanya tentang kenapa kok amburadul proses pemunduhan pemasukan dari pajak di negeri kita? kenapa banyak wajib pajak yg sudah bersedia membayar malah dijadikan sapi perah oleh petugasnya dan itu dibiarkan saja? kenapa tidak begini, kenapa tidak begitu yg intinya mengajukan usul, mengajak dialog mencari solusi demi kemajuan... eh... jawaban yg diterima malah....
"Lu pusing mikirin pajak di negeri ini?? Ngapain lu pusingin?? Gua aja gak pusing. Kagak peduli gua... Emangnya gua pikirin mau pajak beres kek kagak kek! yang penting hepi!!"
*Yg jawab ini adalah orang dari dirjen pajak.
Entah sampai kapan bangsa ini sadar akan ketinggalannya.
Huh!