generated by sloganizer.net

Thursday, September 30, 2004

Lantas?

Setdah... Jakarta macet amat yak? lalu lintas yg semrawut, gak ada yg mau ngalah ditambah motor-motor yg seenaknya di jalanan (atau di trotoar pun jembatan penyeberangan). :D Kalau dipikir2 motor-motor di Jakarta ini kok seperti air ya? yg selalu mengalir mengisi tiap celah yg tersedia (gak peduli muat atau tidak).

Rasa-rasanya kok pengendara motor di Jakarta ini begitu bisa ngegas dan pindah gigi langsung bawa motor di jalanan. Seenaknya belok tanpa lihat belakang, menempel kendaraan begitu dekat tanpa perhitungan kalau terjadi rem mendadak, atau memaksa kendaraan yg mau belok berhenti dulu cuma gara2 motor2 itu malas ngerem. Ampun dah gua...!

Saya jadi ingat saat pertama kali belajar naik motor dari Ayah dulu, beliau selalu mengingatkan kalau saya terlihat mengambil tindakan yg membahayakan pemakai jalan lain. Ayah selalu menyodorkan pertanyaan2, "Bagaimana kalau tiba2 mobil depan mengerem mendadak?" (saat saya menguntit terlalu dekat), atau "Bagaimana kalau ternyata sein kanan itu dinyalakan bukan untuk menyalip tapi untuk belok kanan?" (kalau saya terlihat mendahului kendaraan yg sedang memasang sein kanan pula).

Rasa2nya kok jalanan sebegitu penuh dengan kemungkinan buruknya.. tapi itu mengajarkan kita untuk berhati-hati. Mengajarkan kita untuk memprediksi tindakan pemakai jalan lain, yang ujung2nya kita bisa mengantisipasi sedini mungkin. Pelajaran ini begitu berharga walaupun bila diterapkan di Jakarta terkadang lebih banyak ngalah dan mengelus dadanya daripada dapat kesempatan... :D

Hehehe.. jadi ingin usul ke pemerintah supaya motor2 itu dibikin berat, lebar, dan tenaganya dibatasi. Supaya setiap pengendara motor itu tidak lagi dengan mudahnya selap-selip medebarkan jantung orang lain. Sebetulnya, kebijakan ini pernah diterapkan pemerintah kota Jakarta yg melarang Vespa Sprint pada tahun 1970-an dulu. Karena dianggap terlalu kencang dan membahayakan. Kenapa tidak diterapkan lagi sekarang? (takut dituduh melanggar HAM kali yah? :D)

Mungkin penerapannya bisa diiringi dengan mengubah image di iklan2 motor yg selalu "GESIT, CEPAT, KENCANG, GAMPANG NYELIP" dst..dst.. yg ujung2nya seolah-olah "mengilhami dan memaklumi" perilaku pengendara2 motor di jalanan. Tabik.






Wednesday, September 29, 2004

Terminal

Hehehe.. ini bukan tentang tempat berkumpulnya kendaraan2 transportasi, tapi judul film bioskop yang ditonton hari minggu kemarin. Film yg menyentuh bagi saya yg kebetulan sudah lama jauh dari orang tua. Kok rasanya begitu kecil apa yg selama ini saya lakukan bila dibandingkan dengan apa yg dilakukan tokoh film tersebut demi orangtuanya. Betapa Viktor Navorski, tokoh dalam film itu berangkat melintasi lautan ke negara yg bahkan bahasanya tidak sepatahpun ia ketahui; hanya untuk memenuhi janjinya pada sang Ayah almarhum.

Film ini membuat saya jadi ingin pulang ke rumah sekali lagi. Menengok orangtua yg kita sayangi sebelum segala sesuatunya terlambat dan berubah menjadi penyesalan. Mungkin saya seorang anak yg kolot bagi sebagian orang, tapi tetap saja saya merasa berhutang budi dan tak akan pernah sanggup membalas semua kebaikan yg sudah dicurahkan orangtua.

Anyway, jadi ingat akan perbincangan dengan seorang teman beberapa waktu lalu yg menyatakan pendapatnya bahwa tidak ada kewajiban bagi anak untuk merasa berhutang apapun pada orangtuanya. Argumentasinya adalah bahwa membesarkan anak adalah tanggungjawab yg muncul sebagai konsekuensi dari keputusan untuk menikah dan memiliki anak. Pendeknya "tanggungjawab adalah konsekuensi dari pilihan yg diambil".

Hmm.. sounds logic. tapi apa iya seperti itu? Bisa ya bisa tidak.
Berhubungan dengan orangtua terkadang memang sulit dan merepotkan. Apalagi bila ditambah dengan permakluman seolah2 terdapat otoritas bagi orangtua termasuk didalamnya "mengatur kehidupan anak".
Terkadang memang bagaikan menyiksa diri sendiri bila kita berupaya memenuhi tuntutan yg begitu sering diajukan. Hehehe mungkin supaya lepas dari rasa tersiksa ini tanpa perlu merasa bersalah kita bisa pakai perspektif yg ditawarkan rekan tadi. :D

Bagi saya yg awam, jauh lebih mudah memahami bahwa saya berbuat apapun yg dapat membahagiakan hati orangtua karena saya yakin mereka seumur hidupnya sudah dan akan melakukan hal yang sama untuk saya. Mungkin terlihat bagaikan balas budi atau perasaan berhutang. Tetapi menurut saya bukan balas budi, bukan perasaan berhutang yg muncul tapi rasa sayang. Ketika kita menyayangi seseorang, bukankah kita akan melakukan apapun untuk menyenangkannya?

Sebagaimana jawaban Viktor Navorski ketika ditanya kenapa dia begitu tabah menjalani semua kesulitan demi memenuhi janji pada Ayahnya;
"Karena saya yakin Ayah akan melakukan hal yang sama untuk saya."


Monday, September 27, 2004

Sepotong pagi darimu..

Sepotong pagi dan seteguk cinta
yang kau buatkan tiap hari
cukuplah menjadi bekal hariku
hingga senja nanti.

Seutas senyum dan sebungkus rindu
pasti kan datang pula menemani..


(Slipi, 19 Agustus 04. 00.30 WIB)

Eternity

Mencintaimu
berarti menyerahkan seluruh hidupku
Mencintaimu
berarti luruh oleh waktu

Bagaikan embun mengabdi dedaunan
demi cintanya pada bumi

Resap tapi abadi.

(Tomang, 08 April 2004 sambil memandang bulan)

Kenangan

Hangat malam kota ini
tak mampu menghiburku

Angin rindu dingin menampar-nampar
Kabut kenangan itu robek sudah

Aku meringkuk menahan beku
rinduku padamu

(Lepas Tol Pasteur, 28 Maret 2004)

Malam Biru

Malam biru menyapaku lembut
Mengucap salam sayang dan rindu
yang pernah dulu kita sama titipkan
padanya

Tuk diambil kembali
Ketika badai tak lagi pasang

(Perjalanan ke Bandung, 26 Maret 2004)

Bulan Nakal

Bulan tau siapa yg sedang rindu
dari tadi ia tersenyum padaku

Bulan tau ke hati siapa kukirimkan rinduku
dari tadi ia melirik nakal padamu

(Jakarta, 06 Maret 2004)

Berlalulah Waktu

Berlalulah waktu
seiring manis senyummu.

Beranjak hari, tahun, windu.
senyummu tetap disitu.

Berteman cinta yg tak luruh
oleh waktu.

Cintaku.

For My Santy
(Tomang, Akhir 2003)

Blog.

Blog. Harus mulai dari mana ya? hmm.. cuma pengen punya penyaluran tulis-menulis yg sudah lama tumpul (belum pernah tajam juga sih.. :D) tapi kok kayaknya untuk memulai pun susah. ah sutralah.. percaya diri saja. toh ini blog sendiri. hehehe.. kalaupun memang akhirnya terlihat semua kejelekan toh semua juga kejelekan diri sendiri.. entah buruknya susunan kata, dangkalnya arti, kurangnya pemahaman atau apapunlah itu yg memang makin menegaskan betapa 'mengasah' itu memang penting.

Loh trus apa hubungannya dengan "Blog"? lah hiya.. ini mau bikin blog sudah rencana dari awal tahun lalu sampai sekarang baru berani mulai, cuma karena baru kemarin berhasil menjebol belenggu rasa kurang percaya diri. hehehe.. gak berarti sekarang sudah jauh lebih percaya diri juga sih..

Oke deh. Marilah saja kita bikin Blog ini tonggak supaya konsisten memperkeras usaha mengasah diri supaya lebih baik. Tabik.